
Semua wanita ingin
menikah, tetapi kapan waktunya, siapa yang tahu? Menikah adalah
keputusan yang serius, tidak dapat diputuskan hanya dalam waktu semalam.
Karena itu, diperlukan kesiapan di dalamnya.
Beberapa orang
merencanakan bahwa dia akan menikah di usia muda (sekitar 18 – 23
tahun). Sebagian lagi, merencanakan menikah di usia yang matang atau
saat kehidupan ekonominya telah mapan. Ada berbagai pertimbangan untuk
mengambil kapan waktu pernikahan terbaik.
Berikut, ada kisah dan
pengalaman seorang wanita yang memilih untuk menunda menikah dan lebih
memilih karir dibandingkan menikah yang dibagikan lewat akun Facebook
Cirebon Tanpa Pacaran.
Aku sudah lulus dari
kuliah dan sudah mendapatkan pekerjaan yang bagus. Lamaran kepada diriku
untuk menikah juga mulai berdatangan, akan tetapi aku tidak mendapatkan
seorangpun yang bisa membuatku tertarik.
Kemudian kesibukan kerja dan karir memalingkan aku dari segala hal yang lain. Hingga aku sampai berumur 34 tahun.
Ketika itulah aku baru
menyadari bagaimana susahnya terlambat menikah. Pada suatu hari datang
seorang pemuda meminangku. Usianya lebih tua dariku 2 tahun. Dia berasal
dari keluarga yang kurang mampu. Tapi aku ikhlas menerima dirinya apa
adanya.
Kami mulai menghitung
rencana pernikahan. Dia meminta kepadaku photo copy KTP untuk pengurusan
surat-surat pernikahan. Aku segera menyerahkan itu kepadanya.
Setelah berlalu dua hari ibunya menghubungiku melalui telepon. Beliau memintaku untuk bertemu secepat mungkin.
Aku segera menemuinya.
Tiba-tiba ia mengeluarkan photo copyan KTPku. Dia bertanya kepadaku
apakah tanggal lahirku yang ada di KTP itu benar?
Aku menjawab: Benar.
Lalu ia berkata: Jadi umurmu sudah mendekati usia 40 tahun?!
Aku menjawab: Usiaku sekarang tepatnya 34 tahun.
Ibunya berkata lagi: Iya, sama saja.
Usiamu sudah lewat 30 tahun.
Itu artinya kesempatanmu untuk memiliki anak sudah semakin tipis.
Sementara aku ingin sekali menimang cucu.
Dia tidak mau diam sampai ia mengakhiri proses pinangan antara diriku dengan anaknya.
Masa-masa sulit itu
berlalu sampai 6 bulan. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi melaksanakan
ibadah umrah bersama ayahku, supaya aku bisa menyiram kesedihan dan
kekecewaanku di Baitullah.
Akupun pergi ke Mekah. Aku duduk menangis, berlutut di depan Ka’bah. Aku memohon kepada Allah supaya diberi jalan terbaik.
Setelah selesai shalat,
aku melihat seorang perempuan membaca al Qur’an dengan suara yang sangat
merdu. Aku mendengarnya lagi mengulang-ulang ayat:
“Dan karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu itu sangat besar”. (An Nisa’: 113)
Air mataku menetes dengan derasnya mendengar lantunan ayat itu.
Tiba-tiba perempuan itu merangkulku ke pangkuannya. Dan ia mulai mengulang-ulang firman Allah:
“Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas”. (Adh Dhuha: 5)
Demi Allah, seolah-olah aku baru kali itu mendengar ayat itu seumur hidupku. Pengaruhnya luar biasa, jiwaku menjadi tenang.
Setelah seluruh ritual
umrah selesai, aku kembali ke Cairo. Di pesawat aku duduk di sebelah
kiri ayahku, sementara disebelah kanan beliau duduk seorang pemuda.
Sesampainya pesawat di
bandara, akupun turun. Di ruang tunggu aku bertemu suami salah seorang
temanku. Kami bertanya kepadanya, dalam rangka apa ia datang ke bandara?
Dia menjawab bahwa ia
lagi menunggu kedatangan temannya yang kembali dengan pesawat yang sama
dengan yang aku tumpangi. Hanya beberapa saat, tiba-tiba temannya itu
datang. Ternyata ia adalah pemuda yang duduk di kursi sebelah kanan
ayahku tadi.
Selanjutnya aku berlalu dengan ayahku…..
Baru saja aku sampai di
rumah dan ganti pakaian, lagi asik-asik istirahat, temanku yang suaminya
tadi aku temui di bandara meneleponku. Langsung saja ia mengatakan
bahwa teman suaminya yang tadi satu pesawat denganku sangat tertarik
kepada diriku. Dia ingin bertemu denganku di rumah temanku tersebut
malam itu juga. Alasannya, kebaikan itu perlu disegerakan.
Jantungku berdenyut sangat kencang akibat kejutan yang tidak pernah aku bayangkan ini.
Lalu aku meminta
pertimbangan ayahku terhadap tawaran suami temanku itu. Beliau
menyemangatiku untuk mendatanginya. Boleh jadi dengan cara itu Allah
memberiku jalan keluar.
Akhirnya…..aku pun
datang berkunjung ke rumah temanku itu. Hanya beberapa hari setelah itu
pemuda tadi sudah datang melamarku secara resmi.
Dan hanya satu bulan
setengah setelah pertemuan itu kami betul-betul sudah menjadi pasangan
suami-istri. Jantungku betul-betul mendenyutkan harapan kebahagiaan.
Kehidupanku berkeluarga
dimulai dengan keoptimisan dan kebahagiaan. Aku mendapatkan seorang
suami yang betul-betul sesuai dengan harapanku. Dia seorang yang sangat
baik, penuh cinta, lembut, dermawan, punya akhlak yang subhanallah,
ditambah lagi keluarganya yang sangat baik dan terhormat.
Namun sudah beberapa
bulan berlalu belum juga ada tanda-tanda kehamilan pada diriku.
Perasaanku mulai diliputi kecemasan. Apalagi usiaku waktu itu sudah
memasuki 36 tahun.
Aku minta kepada suamiku
untuk membawaku memeriksakan diri kepada dokter ahli kandungan. Aku
khawatir kalau-kalau aku tidak bisa hamil.
Kami pergi untuk periksa ke seorang dokter yang sudah terkenal dan berpengalaman. Dia minta kepadaku untuk cek darah.
Ketika kami menerima
hasil cek darah, ia berkata bahwa tidak ada perlunya aku melanjutkan
pemeriksaan berikutnya, karena hasilnya sudah jelas. Langsung saja ia
mengucapkan “Selamat, anda hamil!”
Hari-hari kehamilanku
pun berlalu dengan selamat, sekalipun aku mengalami kesusahan yang lebih
dari orang biasanya. Barangkali karena aku hamil di usia yang sudah
agak berumur.
Sepanjang kehamilanku,
aku tidak punya keinginan mengetahui jenis kelamin anak yang aku
kandung. Karena apapun yang dikaruniakan Allah kepadaku semua adalah
nikmat dan karunia-Nya.
Setiap kali aku
mengadukan bahwa rasanya kandunganku ini terlalu besar, dokter itu
menjawab: Itu karena kamu hamil di usia sudah sampai 36 tahun.
Selanjutnya datanglah
hari-hari yang ditunggu, hari saatnya melahirkan. Proses persalinan
secara caesar berjalan dengan lancar. Setelah aku sadar, dokter masuk ke
kamarku dengan senyuman mengambang di wajahnya sambil bertanya tentang
jenis kelamin anak yang aku harapkan. Aku menjawab bahwa aku hanya
mendambakan karunia Allah. Tidak penting bagiku jenis kelaminnya.
Laki-laki atau perempuan akan aku sambut dengan beribu syukur.
Aku dikagetkan dengan pernyataannya:
“Jadi bagaimana pendapatmu kalau kamu memperoleh Hasan, Husen dan Fatimah sekaligus?
Aku tidak paham apa gerangan yang ia bicarakan. Dengan penuh penasaran aku bertanya apa yang ia maksudkan?
Lalu ia menjawab sambil
menenangkan ku supaya jangan kaget dan histeris bahwa Allah telah
mengaruniaku 3 orang anak sekaligus. 2 orang laki-laki dan 1 orang
perempuan.
Seolah-olah Allah berkeinginan memberiku 3 orang anak sekaligus untuk mengejar ketinggalanku dan ketuaan umurku.
Sebenarnya dokter itu
tahu kalau aku mengandung anak kembar 3, tapi ia tidak ingin
menyampaikan hal itu kepadaku supaya aku tidak merasa cemas menjalani
masa-masa kehamilanku.
Lantas aku menangis sambil mengulang-ulang ayat Allah:
“Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas”. (Adh Dhuha: 5)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan bersabarlah menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami…” (Ath Thur: 48)
Bacalah
ayat ini penuh tadabbur dan penghayatan, terus berdoalah dengan hati
penuh yakin bahwa Allah tidak pernah dan tidak akan pernah
menelantarkanmu. Bila artikel ini ada manfaatnya silahkan di-share.