Ulama besar Saudi Arabia dan pakar fiqih abad ini, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin –rahimahullah– ditanya,

“Apa hukum wanita yang masih bersama suami yang tidak pernah menunaikan
shalat dan wanita tersebut sudah memiliki anak dari laki-laki tersebut
serta apa hukum menikah dengan orang yang tidak pernah shalat?”
Jawab:
Jika seorang wanita menikah dengan pria yang tidak pernah menunaikan
shalat jama’ah, begitu pula tidak menunaikan shalat lima waktu di
rumahnya, maka nikahnya tidaklah sah. Karena orang yang meninggalkan
shalat itu kafir sebagaimana hal ini dijelaskan dalam Al Qur’an, hadits
dan dapat dilihat pula dalam perkataan para sahabat. ‘Abdullah bin
Syaqiq mengatakan, “Dulu
para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah
menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir
kecuali shalat.”
Jika laki-laki semacam itu dinyatakan kafir, maka tentu saja wanita muslimah tidak halal baginya. Karena Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“Maka
jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka
janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang
kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang
kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (QS. Al Mumtahanah: 10)
Namun jika suaminya tadi meninggalkan shalat setelah
dilangsungkan akad nikah, maka nikahnya batal (faskh) kecuali jika
suaminya tersebut bertaubat dan kembali pada Islam (yaitu dengan kembali
mengerjakan shalat, pen). Sedangkan sebagian ulama mengaitkan dengan
menunggu sampai berakhirnya masa ‘iddah. Jika sampai masa ‘iddah
berakhir, suaminya kembali berislam dan ingin ruju’, maka harus dengan
akad baru. Adapun bagi wanita, harusnya meninggalkan suaminya sampai ia
mau bertaubat dan kembali mengerjakan shalat dengan membawa serta anak
dari suaminya tadi. Karena pada kondisi semacam ini, anak-anaknya
tersebut tidak menjadi hak asuhan ayah mereka lagi.
Dari penjelasan ulama di atas, saya memperingatkan kepada saudara kaum
muslimin agar jangan sampai menikahkan anak-anak perempuan mereka atau
wanita yang menjadi hak perwaliannya dengan laki-laki yang tidak pernah
shalat karena bahaya yang ditimbulkan seperti dijelaskan tadi.
Seharusnya kerabat dan teman dekat tidak membolehkan hal ini.
Saya
memohon kepada Allah hidayah untuk kita sekalian. Hanya Allah Yang Maha
Tahu. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para
sahabatnya.
[Fatawal ‘Aqidah wa Arkanil Islam, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, no. 581, hal. 533-534, Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, tahun 1425 H]
Dari nasehat Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin mengandung beberapa pelajaran:
- Sangat
bahaya sekali jika seorang yang mengaku muslim meninggalkan shalat lima
waktu. Akibatnya bisa berpengaruh pada status pernikahan.
- Apakah status nikah jadi batal (faskh)
jika suami meninggalkan shalat? Syaikh Utsaimin masih hati-hati dalam
masalah ini. Intinya, istri hendaklah berusaha menasehati suami terlebih
dahulu agar mau kembali mengerjakan shalat.