إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِىءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Jika seorang laki-laki mengajak
istrinya ke ranjang lantas istri tersebut enggan memenuhinya, maka
malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
![]() |
Menjawab pertanyaan mengapa tidak ada hadits yang menyebutkan bagaimana
konsekuensi suami yang menolak ajakan istrinya, perlu diketahui bahwa
dalam hadits ini terkandung dua konteks.
Pertama, bahwa seorang istri wajib taat kepada suaminya selama perintah
tersebut tidak bertentangan dengan Islam. Termasuk jika suami mengajak
istrinya, sebenarnya istri harus mentaatinya. Kecuali jika istri sakit
atau kelelahan, maka suami harus mengerti keadaan istrinya. Dan dalam
kondisi tidak bisa memenuhi ajakan suaminya karena alasan syar’i
tersebut, sang istri tidak terkena laknat.
Jadi yang terkena laknat adalah dengan sengaja dan tanpa alasan yang benar menolak ajakan suaminya yang seharusnya ia taati.
Kedua, dalam hadits ini dan hadits lainnya terkandung isyarat bahwa
hasrat pria dan wanita sifatnya berbeda. Laki-laki hasratnya mudah
tertarik dan umumnya sulit ‘menahan diri’. Sedangkan kemunculan hasrat
wanita tidak semudah laki-laki.
Karenanya ketika laki-laki merasakan hal itu, Rasulullah menganjurkannya segera menemui istri dan mengajaknya.
إِذَا أَحَدُكُمْ أَعْجَبَتْهُ الْمَرْأَةُ فَوَقَعَتْ فِى قَلْبِهِ فَلْيَعْمِدْ إِلَى امْرَأَتِهِ فَلْيُوَاقِعْهَا فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِى نَفْسِهِ
“Jika salah seorang di antara kalian
tertarik dengan seorang wanita hingga wanita itu masuk ke dalam
hatinya, hendaklah ia pulang kepada istrinya dan bergaullah dengannya.
Karena hal itu akan membentengi apa yang ada dalam jiwanya” (HR. Muslim)
Yang menjadi masalah, bagaimana jika istrinya tidak mau tanpa alasan yang benar? Hadits tersebut mendapatkan legitimasinya.
Lalu bagaimana jika suami yang menolak istri, mengapa tidak ada hadits
seperti itu? Apakah ia tidak dilaknat, apakah ia tidak berdosa?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang kewajiban suami:
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ
“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian…” (HR. Abu Daud; shahih)
Dengan berpedoman pada hadits tersebut, dapat diqiyashkan bahwa suami
wajib memenuhi keinginan istri sebagaimana ia juga mau keinginannya
dipenuhi. Jadi jika istri berdosa saat menolak ajakan suami karena
faktor ia tidak taat dan tidak memenuhi kewajibannya, suami yang tidak
memenuhi keinginan istri tanpa alasan juga berdosa karena tidak memenuhi
kewajibannya untuk memberikan nafkah biologis.
Wallahu a’lam bish shawab