“Saya terima nikah dan kawinnya Nabila binti Ahmad dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan mushaf Al-Qur’an dibayar tunai!”
Sering kita dengar
kata-kata ini ketika menghadiri akad nikah sesesorang. Bagi yang
beragama Islam, pasti mas kawin berupa peralatan sholat dan mushaf
Al-Qur’an sudah menjadi sebuah keniscayaan. Apalagi di negara yang
katanya mayoritas Islam ini, aneh rasanya apabila ada seorang Muslim
yang tidak menyertakan 2 mas kawin wajib itu dalam akad nikahnya.
Tapi sangat disayangkan,
setelah akad nikah selesai, perlengkapan sholat yang dijadikan sebagai
mahar terbungkus rapi di dalam lemari tak pernah tersentuh.
Tak jauh beda dengan
mushaf Al-Qur’an yang dijadikan mas kawin tersimpan rapi di rak buku dan
hampir berdebu. Dua barang yang dijadikan sebuah keniscayaan dalam mas
kawin itu hanya menjadi pajangan usai ijab kabul. Padahal ada makna
spesial dibalik pemberian perlengkapan sholat dan mushaf Al-Qur’an
sebagai mahar.
Ketika seorang mempelai
pria mengucapkan ”Saya terima nikah dan kawinnya fulanah binti fulan
dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan mushaf Al-Qur’an“, ada
’beban‘ baru yang dipikulnya.
Beban itu adalah sang
suami berkewajiban untuk mengajarkan sholat kepada sang istri yang
disimboli dengan pemberian seperangkat alat sholat. Suami juga
berkewajiban untuk menjaga sholat istrinya dengan terus
mengingatkannya dan membimbingnya supaya tidak melewatkan kewajiban yang
satu ini.Karena sholat adalah amalan pertama kali yang akan dihisab
pada yaumul hisab kelak.
Begitu pula dengan mas
kawin berupa mushaf Al-Qur’an. Mungkin bagi sebagian orang dua mahar ini
dianggap sebagai mahar yang murah meriah dan mudah didapatkan di negara
yang mayoritasnya muslim ini.
Tapi sebenarnya mahar
mushaf Al-Qur’an adalah mahar termahal yang diberikan seorang suami
kepada istrinya.Mengapa? Karena dengan memberikan mushaf Al-Qur’an,
berarti suami wajib untuk mengajarkan istrinya semua isi dari Al-Qur’an
yang diberikannya kepada istri dari surat Al-Fatihah hingga surat
An-Naas.
Suami berkewajiban untuk
mengantarkan istrinya kepada akhlaqul qur’an. Suami juga berkewajiban
untuk membawa keluarganya kepada kehidupan rumah tangga berdasarkan
Al-Qur’an dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman kehidupan
rumahtangganya. Bagaimana mahal banget kan mahar yang satu ini?!?
Sangat disayangkan ternyata realitas yang ada tidak demikian. Mushaf yang dulunya dibungkus rapi
sebagai mahar itu tetap terbungkus
rapi dalam plastik bening bergambar hati yang kini tergeletak didalam
buffet. Tak jauh berbeda dengan seperangkat alat sholat yang dulunya
dibungkus rapi di dalam keranjang yang dihiasi kertas berwarna-warni
kemudian dibungkus dengan plastik bening yang juga bergambar hati itu
tersimpan rapi disebelah mushaf Al-Qur’an. Dan dengan bangganya si
empunya barang tersebut memamerkan kepada tamu yang hadir, “Ini lho
mahar yang dulu diberikan suami saya!”
Subhanallah...
ga d bc aja bangga.
ga d bc aja bangga.
Padahal, menurut M
Arief, petugas di Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan
(BP4) Kota Banjarmasin, ada tanggung jawab tidak ringan bagi pengantin
pria yang memberikan mahar seperangkat alat solat ini.
“Dia harus mengajarkan dan menuntun sang istri untuk membaca Alquran dan menjalankan salat fardu yang wajib. Minimal seperti itu,”
Lain halnya, menurut dia, sang istri memang seorang muslimah yang rajin mengaji dan taat beribadah, sehingga artinya mahar seperti ini untuk memberikan dukungan.
“Dia harus mengajarkan dan menuntun sang istri untuk membaca Alquran dan menjalankan salat fardu yang wajib. Minimal seperti itu,”
Lain halnya, menurut dia, sang istri memang seorang muslimah yang rajin mengaji dan taat beribadah, sehingga artinya mahar seperti ini untuk memberikan dukungan.
“Kan tidak semua
mempelai perempuan itu muslimah yang taat. Kalau kondisinya demikian dan
suami nantinya tidak akan mampu membimngin agar istri rajin mengaji dan
taat beribadah, lebih baik mahar yang diserahkan benda lain saja,”
ujarnya.
Tak jadi masalah apabila mahar yang diberikan itu sengaja disimpan, karena memiliki mushaf dan peralatan sholat lain.
Yang
jadi masalah adalah ketika, seusai ijab kabul suami masa bodoh dengan
janji yang dulu diucapkannya dan tidak mengindahkan ‘beban’ baru yang
harus dipikulnya.
Seorang suami memiliki kewajiban untuk menjaga istri dan anak-anaknya dari api neraka, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat At-Tahrim ayat 6 :
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻗُﻮﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ ﻭَﺃَﻫْﻠِﻴﻜُﻢْ ﻧَﺎﺭًﺍ …
”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...“
”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...“
Adh-Dhahak berkata
adalah kewajiban bagi seorang Muslim untuk mengajarkan keluarganya,
kerabatnya, serta hamba sahaya yang dimilikinya apa-apa yang diwajibkan
Allah dan apa-apa yang dilarang Allah. (Lihat Tafsir Al-Qur’an
Al-’Azhim,
Ibnu Katsir)
Ibnu Katsir)
Dalam kehidupan rumah
tangga tanggungjawab ini diamanahkan kepada suami sebagai imam dalam
keluarga. So... buat para istri yang mendapatkan mahar seperangkat alat
sholat dan mushaf Al-Qur’an tapi belum diajarkan isi dari
Al-Qur’an,jangan ragu untuk menagihnya kepada suami.
Sekalian mengingatkan
suaminya, amanat yang mungkin terlupakan oleh suami. Dan untuk para
suami yang ketika akad nikah memberikan mahar seperangkat alat sholat
dan mushaf Al-Qur’an, dan belum memiliki andil dalam menjaga sholat
istrinya dan mengajarkan isi Al-Qur’an yang diberikan, hayuu
atuh diajarkan istrinya.
Biar istrinya makin sholehah, dan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, yang diimpikan bisa tercapai.
Lalu buat para calon istri dan suami, mulailah mempersiapkan bekal untuk berlayar dalam bahtera rumah tangga kehidupan.
Wallahu a’lam bishowwab..
CAR,FOREX,DOMAIN,SEO,HEALTH