Manusia itu terlahir sebagai makhluk yang tidak tahu apa-apa. Tapi Allah
memberinya akal sebagai modal untuk mempelajari ilmu. Ilmu menjadi
bekal untuk beramal.
Dengan mengetahui bumbu dapur dan teknik mengolah makanan, seseorang insya Allahakan lihai dalam memasak.
Dengan kemampuan membaca, seorang anak insya Allah bisa memperluas cakrawala lewat berbagai buku.
Dengan mengetahui ilmu medis, seorang dokter insya Allah akan mampu mengobati pasien.
Dengan ilmu teknik, seorang ilmuwan insya Allah bisa membangun jembatan yang kokoh.
Demikian pula dengan ilmu agama. Hari ini mungkin kita sudah mengetahui
perkara A, maka kita mengamalkannya. Kemudian esok, kita mengetahui
perkara B, kemudian kita mengamalkannya. Begitulah terus hingga kita
wafat. Ilmu itu bermanfaat karena berbuah amal salih. Apa gunanya ilmu
kalau tidak diamalkan?
18 golongan orang
Jilbab adalah salah satu syariat Islam yang bermanfaat menjaga
kehormatan wanita. Seluruh aurat ditutup dari pandangan lelaki yang
bukan mahram, di mana pun itu.
Oleh sebab itu,
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ
نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ
أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ
يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ
جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada para wanita
beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada
mereka. Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra
suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara
lelaki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, wanita-wanita
Islam, budak-budak yang mereka miliki, pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. Dan
janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 31)
Ayat di atas merinci beberapa orang. Seorang wanita muslimah boleh melepas jilbab di hadapan mereka. Mari kita runut kembali:
- Suami.
- Ayah.
- Ayah suami (mertua).
- Putra (anak lelaki kandung).
- Putra suami (anak lelaki tiri).
- Saudara laki-laki.
- Putra saudara lelaki (keponakan lelaki dari saudara lelaki).
- Putra saudara perempuan (keponakan lelaki dari saudara perempuan).
- Wanita-wanita Islam.
- Budak-budak.
- Pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) *)
- Anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ
وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ الأَخِ وَبَنَاتُ الأُخْتِ
وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ
الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي
حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ
تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ
أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُواْ بَيْنَ
الأُخْتَيْنِ إَلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللّهَ كَانَ غَفُوراً
رَّحِيماً
“Diharamkan atas kamu (mengawini)
ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan,
saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang
perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki,
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu
yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu isterimu
(mertua), anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang
telah kamu campuri. Tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu
(dan sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan
menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali
yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”(QS. An-Nisa: 23)
Adapun pada surat An-Nisa di atas, disebutkan wanita yang menjadi mahram bagi seorang lelaki. Mari kita runut kembali.
- Ibu.
- Anak perempuan.
- Saudara perempuan.
- Saudara bapakmu yang perempuan (tante/bibi).
- Saudara ibumu yang perempuan (tante/bibi).
- Anak perempuan dari saudaramu yang laki-laki (keponakan perempuan).
- Anak perempuan dari saudaramu yang perempuan (keponakan perempuan).
- Ibu susuan.
- Saudara perempuan sepersusuan.
- Mertua perempuan (ibu mertua).
- Anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri (anak tiri yang ibunya telah dinikahi oleh sang lelaki dan telah dia setubuhi dalam ikatan nikah tersebut).
Dari rincian dalam surat An-Nisa tersebut, bisa dipahami bahwa mahram bagi seorang wanita adalah:
- Anak lelaki kandung.
- Ayah kandung.
- Saudara lelaki kandung.
- Keponakan lelaki.
- Om/paman.
- Anak susuan.
- Saudara lelaki sepersusuan.
- Menantu lelaki.
- Ayah tiri (Ibu si anak perempuan telah menikah lalu berhubungan badan dengan suami barunya tersebut. Dengan demikian, si ayah tiri telah menjadi mahram bagi si anak perempuan. Namun, bila si ibu dan suami barunya [si ayah tiri] tersebut belum berhubungan badan lalu akhirnya bercerai, maka si ayah tiri bukan mahram bagi si anak perempuan).
Untuk mengetahui di hadapan siapa saja seorang wanita muslimah boleh
melepas jilbabnya, surat An-Nur: 31 dan surat An-Nisa: 23 saling
melengkapi satu sama lain. Oleh sebab itu, bila kita gabungkan keduanya,
maka bisa kita ketahui bahwa seorang wanita muslimah boleh melepas
jilbabnya di hadapan:
- Suami.
- Ayah kandung.
- Ayah suami (mertua).
- Putra-putra (anak lelaki).
- Putra-putra suami (anak tiri).
- Saudara lelaki kandung.
- Putra-putra saudara lelaki (keponakan lelaki).
- Putra-putra saudara perempuan (keponakan lelaki).
- Anak lelaki kandung.
- Om/paman.
- Anak susuan.
- Saudara lelaki sepersusuan.
- Menantu lelaki.
- Ayah tiri (Ibu si anak perempuan telah menikah lalu berhubungan badan dengan suami barunya tersebut. Dengan demikian, si ayah tiri telah menjadi mahram bagi si anak perempuan. Namun, bila si ibu dan suami barunya [si ayah tiri] tersebut belum berhubungan badan lalu akhirnya bercerai, maka si ayah tiri bukan mahram bagi si anak perempuan).
Selain 14 orang mahram tersebut, ada lagi beberapa orang yang di hadapannya seorang wanita muslimah boleh membuka jilbab, yaitu:
- Wanita-wanita Islam.
- Budak-budak.
- Pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita).
- Anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
Dengan demikian, totalnya menjadi 18 golongan orang.
Berjilbab tanpa mengenal tempat
Hanya di hadapan 18 golongan di atas saja seorang wanita muslimah boleh
membuka jilbabnya. Adapun di hadapan selainnya, maka aurat wajib
ditutup. Itu berlaku di mana pun, tanpa mengenal tempat; di dalam maupun
di luar rumah.
Jika ada lelaki non mahram di dalam rumah, sang muslimah wajib menutup
auratnya agar tak terlihat oleh si lelaki. Namun jika si lelaki sudah
pergi, dia boleh kembali melepaskan jilbabnya.
Contohnya dalam keseharian:
– Hindun dan suaminya kedatangan tamu, sepasang suami-istri. Hindun
mesti berjilbab dan menutup auratnya ketika berada di hadapan tamunya
itu.
– Zainab, ayah, dan ibunya berkunjung ke rumah kakak perempuan Zainab
yang telah menikah. Selama beberapa jam mereka berada di sana. Abang
ipar Zainab bukanlah mahram bagi Zainab, sehingga Zainab tetap wajib
menutup aurat ketika di hadapan abang iparnya, meskipun itu di dalam
rumah kakaknya sendiri.
– Sarah sedang berada di kamar ketika adik lelakinya datang bersama
teman lelakinya. Mereka berdua kemudian masuk rumah dan duduk mengobrol
di ruang tamu. Kamar Sarah berada di samping ruang tamu, sehingga pintu
kamarnya terhubung dengan ruang tamu. Karenanya, bila Sarah ingin keluar
kamar saat itu, dia wajib berjilbab dan menutup aurat karena teman
adiknya sedang berada di ruang tamu.
– Maryam selalu menyapu pekarangan rumahnya setiap pagi. Pekarangan
rumah itu tepat berada di tepi jalan; kendaraan lalu-lalang di sana.
Dengan demikian, Maryam wajib berjilbab dan menutup aurat ketika menyapu
pekarangan rumahnya.
Jadi, seorang muslimah wajib mengenakan jilbab dan menutup auratnya bila
ada lelaki yang bukan mahramnya atau orang yang tidak tergolong dalam
18 golongan yang telah kita sebutkan di atas. Itu wajib dilakukan di
dalam rumah maupun di luar rumah.
Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.
–
Catatan:
*) mengenai poin pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita (’التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَال ’) ada 3 kriterianya, yaitu:
- lelaki baligh (Allah sebut rijal),
- hidupnya bergantung ke orang lain (tidak bisa mandiri),
- tidak memiliki syahwat terhadap wanita. Seperti orang ideot, orang impoten yang tidak punya gairah, atau orang gila. (Tafsir as-Sa’di, 566)
Penulis: Athirah Mustadjab (Ummu Asiyah)
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
CAR,HOME DESIGN,FOREX,SEO