Mengajar dan mendidik seorang anak, merupakan kewajiban bahi setiap
orang tua. Bahkan disebutkan jika seorang orang tua yang gagal mendidik
anaknya bisa saja masuk neraka, padahal sebelumnya dirinya hendak masuk
surga.
Nah, mendidik ini juga tidak seharusnya melarang suatu perbuatan buruk,
namun kita malah melakukannya. Tidak sadarkah kita dengan aib tersebut?
Dikutip dari muslimah, Sebuah aib bagi kita, melarang mereka dari ucapan
dusta, namun kita malah berdusta di hadapan mereka. Ketika seseorang
datang ke rumah kita, orang tersebut (sang tamu) bertanya tentang
keberadaan kita, namun kita malah menyuruh anak kita untuk mengatakan,
”Bilang saja bahwa ayah atau ibu tidak ada.” Bagaimana kita akan
mengajarkan mereka tentang wajibnya memenuhi (menepati) janji, padahal
kita sendiri menyelisihi janji di hadapan mereka?
Bagaimana mungkin kita melarang anak dari berteriak-teriak (bersuara
keras) di rumah dan mengajarkan kepadanya tentang firman Allah Ta’ala,
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“Dan lirihkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai” (QS. Luqman [31] : 19)
Namun kita malah meninggikan suara dengan cacian dan makian di rumah kita. Kita justru menghardik istri dan anak-anak kita.
Bagaimana mungkin kita melarang anak untuk tidak merokok, atau melihat
yang haram, padahal kita sendiri merokok dan mata kita sering jelalatan
ke mana-mana? Jika kita mengatakan kepadanya,“Jangan merokok!” Maka dia
pun akan bertanya, “Mengapa tidak boleh merokok??” Karena sang anak
tentu tidak merasa bersalah. Lantas apa yang dapat kita jawab kepadanya,
karena kita sendiri juga menghisap rokok?
Sungguh Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2)
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang
tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash–Shaf [61]: 2-3)
Nabi Syu’aib ‘alaihissalam pernah mengatakan,
وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ
“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan.” (QS. Huud [11]: 88).
Berikut ini hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berkaitan dengan pembahasan ini,
يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيُلْقى فِي النَّارِ،
فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُهُ فِي النَّارِ، فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ
الْحِمَارُ بِرَحَاهُ، فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ،
فَيَقُولُونَ: أَيْ فُلاَنُ مَا شَأْنُكَ أَلَيْسَ كُنْتَ تَأْمُرُنَا
بِالْمَعْرُوفِ، وَتَنْهى عَنِ الْمُنْكَرِ قَالَ: كُنْتُ آمُرُكُمْ
بِالْمَعْرُوفِ وَلاَ آتِيهِ، وَأَنْهَاكمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ
“Didatangkan seorang pria pada hari kiamat. Kemudian dia dilempar ke
neraka. Ususnya keluar dan dia memutari ususnya bagaikan seekor keledai
yang berputar-putar menarik alat giling gandum. Penduduk neraka pun
berkeliling mengelilinginya dan mengatakan, “Wahai fulan, apa yang
terjadi denganmu? Bukankah dahulu Engkau adalah orang yang memerintahkan
kami melaksanakan yang ma’ruf dan melarang kami dari hal yang mungkar?”
Kemudian dia menjawab, “Dahulu aku memang memerintahkan kalian pada
yang ma’ruf (kebaikan), tetapi aku sendiri tidak melaksanakannya.
Demikian juga, aku melarang kalian dari yang mungkar (keburukan), namun
aku malah mengerjakannya.” (HR. Bukhari no. 3267).
Nah, marilah mencontohkan anak kita dengan sifat-sifat yang baik. Dengan begitu seorang anak, pasti akan mengikuti orang tuanya.
Selasa, 25 April 2017
Inspirasi