Kita tidak pernah mengetahui kapan dan dimana dan seperti apakah kita
akan mati, Hal yang sangat kita takuti, saat kematian datang tanpa
diduga-duga, Kematian akan menghadang setiap manusia. Proses tercabutnya
nyawa manusia akan diawali dengan detik-detik menegangkan lagi
menyakitkan. Peristiwa ini dikenal sebagai sakaratul maut.
Ibnu Abi Ad-Dunya
rahimahullah meriwayatkan dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata: “Kematian adalah kengerian yang paling dahsyat di dunia dan
akhirat bagi orang yang beriman. Kematian lebih menyakitkan dari goresan
gergaji, sayatan gunting, panasnya air mendidih di bejana. Seandainya
ada mayat yang dibangkitkan dan menceritakan kepada penduduk dunia
tentang sakitnya kematian, niscaya penghuni dunia tidak akan nyaman
dengan hidupnya dan tidak nyenyak dalam tidurnya”[2].
Di antara dalil yang menegaskan terjadinya proses sakaratul maut yang mengiringi perpisahan jasad dengan ruhnya, firman Allah:
وَجَآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَاكُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya”. [Qaaf: 19]
Maksud sakaratul maut
adalah kedahsyatan, tekanan, dan himpitan kekuatan kematian yang
mengalahkan manusia dan menguasai akal sehatnya. Makna bil haq (perkara
yang benar) adalah perkara akhirat, sehingga manusia sadar, yakin dan
mengetahuinya. Ada yang berpendapat al haq adalah hakikat keimanan
sehingga maknanya menjadi telah tiba sakaratul maut dengan kematian[3].
Juga ayat:
كَلآ إِذَا بَلَغَتِ
التَّرَاقِيَ {26} وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ {27} وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ
{28} وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ {29} إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ
الْمَسَاقُ
“Sekali-kali jangan.
Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai kerongkongan. Dan
dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan”. Dan dia yakin
bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan. Dan bertaut betis (kiri)
dengan betis (kanan). Dan kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau”.
[Al Qiyamah: 26-30]
Syaikh Sa’di
menjelaskan: “Allah mengingatkan para hamba-Nya dengan keadan orang yang
akan tercabut nyawanya, bahwa ketika ruh sampai pada taraqi yaitu
tulang-tulang yang meliputi ujung leher (kerongkongan), maka pada saat
itulah penderitaan mulai berat, (ia) mencari segala sarana yang dianggap
menyebabkan kesembuhan atau kenyamanan. Karena itu Allah berfiman: “Dan
dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang akan menyembuhkan?” artinya siapa
yang akan meruqyahnya dari kata ruqyah. Pasalnya, mereka telah
kehilangan segala terapi umum yang mereka pikirkan, sehingga mereka
bergantung sekali pada terapi ilahi. Namun qadha dan qadar jika datang
dan tiba, maka tidak dapat ditolak. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya
itulah waktu perpisahan dengan dunia. Dan bertaut betis (kiri) dengan
betis (kanan), maksudnya kesengsaraan jadi satu dan berkumpul. Urusan
menjadi berbahaya, penderitaan semakin sulit, nyawa diharapkan keluar
dari badan yang telah ia huni dan masih bersamanya. Maka dihalau menuju
Allah Ta’ala untuk dibalasi amalannya, dan mengakui perbuatannya.
Peringatan yang Allah sebutkan ini akan dapat mendorong hati-hati untuk
bergegas menuju keselamatannya, dan menahannya dari perkara yang menjadi
kebinasaannya. Tetapi, orang yang menantang, orang yang tidak mendapat
manfaat dari ayat-ayat, senantiasa berbuat sesat dan kekufuran dan
penentangan”.[4]
Sedangkan beberapa hadits Nabi yang menguatkan fenomena sakaratul maut:
Imam
Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, ia bercerita
(menjelang ajal menjemput Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ رَكْوَةٌ أَوْ
عُلْبَةٌ فِيهَا مَاءٌ فَجَعَلَ يُدْخِلُ يَدَيْهِ فِي الْمَاءِ فَيَمْسَحُ
بِهِمَا وَجْهَهُ وَيَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ إِنَّ لِلْمَوْتِ
سَكَرَاتٍ ثُمَّ نَصَبَ يَدَهُ فَجَعَلَ يَقُولُ فِي أخرجه البخاري ك
الرقاق باب سكرات الموت و في المغازي باب مرض النبي ووفاته. الرَّفِيقِ
الْأَعْلَى حَتَّى قُبِضَ وَمَالَتْ
“Bahwa di hadapan
Rasulullah ada satu bejana kecil dari kulit yang berisi air. Beliau
memasukkan tangan ke dalamnya dan membasuh muka dengannya seraya
berkata: “Laa Ilaaha Illa Allah. Sesungguhnya kematian memiliki
sakaratul maut”. Dan beliau menegakkan tangannya dan berkata: “Menuju
Rafiqil A’la”. Sampai akhirnya nyawa beliau tercabut dan tangannya
melemas”[5]
Dari Anas Radhiyallahu anhu, berkata:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ لَمَّا
ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَعَلَ يَتَغَشَّاهُ
فَقَالَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلَام وَا أخرجه البخاري في المغازي
باب مرض النبي ووفاته.اليَوْمِ َرْبَ أَبَاهُ فَقَالَ لَهَا لَيْسَ عَلَى
أَبِيكِ كَرْبٌ بَعْدَ
“Tatkala kondisi Nabi
makin memburuk, Fathimah berkata: “Alangkah berat penderitaanmu ayahku”.
Beliau menjawab: “Tidak ada penderitaan atas ayahmu setelah hari
ini…[al hadits]” [6]
Dalam riwayat Tirmidzi dengan, ‘Aisyah menceritakan:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
مَا أَغْبِطُ أَحَدًا بِهَوْنِ مَوْتٍ بَعْدَ الَّذِي رَأَيْتُ مِنْ
شِدَّةِ مَوْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أخرجه
الترمذي ك الجنائز باب ما جاء في التشديد عند الموت وصححه الألباني
“Aku tidak iri kepada siapapun atas kemudahan kematian(nya), sesudah aku melihat kepedihan kematian pada Rasulullah”.[7]
Dan penderitaan yang
terjadi selama pencabutan nyawa akan dialami setiap makhluk. Dalil
penguatnya, keumuman firman Allah: “Setiap jiwa akan merasakan mati”.
(Ali ‘Imran: 185). Dan sabda Nabi: “Sesungguhnya kematian ada
kepedihannya”. Namun tingkat kepedihan setiap orang berbeda-beda. [8]
KABAR GEMBIRA UNTUK ORANG-ORANG YANG BERIMAN.
Orang
yang beriman, ruhnya akan lepas dengan mudah dan ringan. Malaikat yang
mendatangi orang yang beriman untuk mengambil nyawanya dengan kesan yang
baik lagi menggembirakan. Dalilnya, hadits Al Bara` bin ‘Azib
Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata tentang proses kematian seorang mukmin:
إِنَّ الْعَبْدَ
الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنْ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنْ
الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ مِنْ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ
كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ
وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ
الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلَام حَتَّى
يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ
اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ قَالَ فَتَخْرُجُ
تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ فِي السِّقَاءِ فَيَأْخُذُهَا
فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى
يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا فِي ذَلِكَ الْكَفَنِ وَفِي ذَلِكَ الْحَنُوطِ
وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ
الْأَرْضِ
“Seorang hamba mukmin,
jika telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat
akan mendatanginya dari langit, dengan wajah yang putih. Rona muka
mereka layaknya sinar matahari. Mereka membawa kafan dari syurga, serta
hanuth (wewangian) dari syurga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata
memandang. Berikutnya, malaikat maut hadir dan duduk di dekat kepalanya
sembari berkata: “Wahai jiwa yang baik –dalam riwayat- jiwa yang tenang
keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaannya”. Ruhnya keluar bagaikan
aliran cucuran air dari mulut kantong kulit. Setelah keluar ruhnya,
maka setiap malaikat maut mengambilnya. Jika telah diambil, para
malaikat lainnya tidak membiarkannya di tangannya (malaikat maut)
sejenak saja, untuk mereka ambil dan diletakkan di kafan dan hanuth
tadi. Dari jenazah, semerbak aroma misk terwangi yang ada di bumi..”[al
hadits].[9]
Malaikat memberi kabar
gembira kepada insan mukmin dengan ampunan dengan ridla Allah untuknya.
Secara tegas dalam kitab-Nya, Allah menyatakan bahwa para malaikat
menghampiri orang-orang yang beriman, dengan mengatakan janganlah takut
dan sedih serta membawa berita gembira tentang syurga. Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا
رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ
أَلآتَخَافُوا وَلاَتَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ
تُوعَدُونَ {30} نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي
اْلأَخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا
مَاتَدَّعُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang berkata: “Rabb kami adalah Allah kemudian mereka
beristiqomah, maka para malaikat turun kepada mereka (sembari berkata):”
Janganlah kamu bersedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh)
syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah
pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat di dalamnya kamu memperoleh
apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu
minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Rabb Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. [Fushshilat: 30]
Ibnu Katsir mengatakan:
“Sesungguhnya orang-orang yang ikhlas dalam amalannya untuk Allah semata
dan mengamalkan ketaatan-Nya berdasarkan syariat Allah niscaya para
malaikat akan menghampiri mereka tatkala kematian menyongsong mereka
dengan berkata “janganlah kalian takut atas amalan yang kalian
persembahkan untuk akhirat dan jangan bersedih atas perkara dunia yang
akan kalian tinggalkan, baik itu anak, istri, harta atau agama sebab
kami akan mewakili kalian dalam perkara itu. Mereka (para malaikat)
memberi kabar gembira berupa sirnanya kejelekan dan turunnya kebaikan”.
Kemudian Ibnu Katsir
menukil perkataan Zaid bin Aslam: “Kabar gembira akan terjadi pada saat
kematian, di alam kubur, dan pada hari Kebangkitan”. Dan mengomentarinya
dengan: “Tafsiran ini menghimpun seluruh tafsiran, sebuah tafsiran yang
bagus sekali dan memang demikian kenyataannya”.
Firman-Nya: “Kamilah
pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat maksudnya para malaikat
berkata kepada orang-orang beriman ketika akan tercabut nyawanya, kami
adalah kawan-kawan kalian di dunia, dengan meluruskan, memberi kemudahan
dan menjaga kalian atas perintah Allah, demikian juga kami bersama
kalian di akhirat, dengan menenangkan keterasinganmu di alam kubur, di
tiupan sangkakala dan kami akan mengamankan kalian pada hari
Kebangkitan, Penghimpunan, kami akan membalasi kalian dengan shirathal
mustaqim dan mengantarkan kalian menuju kenikmatan syurga”.[10]
Dalam ayat lain, Allah mengabarkan kondisi kematian orang mukmin dalam keadaan baik dengan firman-Nya:
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلاَمٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“(Yaitu)
orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat
dengan mengatakan (kepada mereka): “Salamun ‘alaikum (keselamatan
sejahtera bagimu)”, masuklah ke dalam syurga itu disebabkan apa yang
telah kamu kerjakan”. [An Nahl: 32]
.
Syaikh
Asy Syinqithi mengatakan: “Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa
orang yang bertakwa, yang melaksanakan perintah Rabb mereka dan menjauhi
larangan-Nya akan diwafatkan para malaikat yaitu dengan mencabut
nyawa-nyawa mereka dalam keadaan thayyibin (baik), yakni bersih dari
syirik dan maksiat, (ini) menurut tafsiran yang paling shahih, (juga)
memberi kabar gembira berupa syurga dan menyambangi mereka mereka dengan
salam…[11]
MENGAPA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM MENDERITA SAAT SAKARATUL MAUT?
Kondisi
umum proses pencabutan nyawa seorang mukmin mudah lagi ringan. Namun
kadang-kadang derita sakarul maut juga mendera sebagian orang sholeh.
Tujuannya untuk menghapus dosa-dosa dan juga mengangkat kedudukannya.
Sebagaimana yang dialami Rasulullah. Beliau Shallallallahu ‘alaihi wa
sallam merasakan pedihnya sakaratul maut seperti diungkapkan Bukhari
dalam hadits ‘Aisyah di atas.
Ibnu Hajar mengatakan:
“Dalam hadits tersebut, kesengsaran (dalam) sakaratul maut bukan
petunjuk atas kehinaan martabat (seseorang). Dalam konteks orang yang
beriman bisa untuk menambah kebaikannya atau menghapus
kesalahan-kesalahannya”[12]
Menurut Al Qurthubi dahsyatnya kematian dan sakaratul maut yang menimpa para nabi, maka mengandung manfaat :
Pertama : Supaya
orang-orang mengetahui kadar sakitnya kematian dan ia (sakaratul maut)
tidak kasat mata. Kadang ada seseorang melihat orang lain yang akan
meninggal. Tidak ada gerakan atau keguncangan. Terlihat ruh keluar
dengan mudah. Sehingga ia berfikir, perkara ini (sakaratul maut) ringan.
Ia tidak mengetahui apa yang terjadi pada mayat (sebenarnya). Tatkala
para nabi, mengabarkan tentang dahsyatnya penderitaan dalam kematian,
kendati mereka mulia di sisi Allah, dan kemudahannya untuk sebagian
mereka, maka orang akan yakin dengan kepedihan kematian yang akan ia
rasakan dan dihadapi mayit secara mutlak, berdasarkan kabar dari para
nabi yang jujur kecuali orang yang mati syahid.
Kedua : Mungkin akan
terbetik di benak sebagian orang, mereka adalah para kekasih Allah dan
para nabi dan rasul-Nya, mengapa mengalami kesengsaraan yang berat ini?.
Padahal Allah mampu meringankannya bagi mereka?. Jawabnya, bahwa orang
yang paling berat ujiannya di dunia adalah para nabi kemudian orang yang
menyerupai mereka dan orang yang semakin mirip dengan mereka seperti
dikatakan Nabi kita. Hadits ini dikeluarkan Bukhari dan lainnya. Allah
ingin menguji mereka untuk melengkapi keutamaan dan peningkatan derajat
mereka di sisi-Nya. Ini bukan sebuah aib bagi mereka juga bukan bentuk
siksaan. Allah menginginkan menutup hidup mereka dengan penderitaan ini
meski mampu meringankan dan mengurangi (kadar penderitaan) mereka dengan
tujuan mengangkat kedudukan mereka dan memperbesar pahala-pahala mereka
sebelum meninggal. Tapi bukan berarti Allah mempersulit proses kematian
mereka melebihi kepedihan orang-orang yang bermaksiat. Sebab
(kepedihan) ini adalah hukuman bagi mereka dan sanksi untuk kejahatan
mereka. Maka tidak bisa disamakan”.[13]
KABAR BURUK DARI PARA MALAIKAT KEPADA ORANG-ORANG KAFIR.
Sedangkan
orang kafir, maka ruhnya akan keluar dengan susah payah, ia tersiksa
dengannya. Nabi menceritakan kondisi sakaratul maut orang kafir atau
orang yang jahat dengan sabdanya:
“Sesungguhnya hamba yang
kafir -dalam riwayat lain- yang jahat jika akan telah berpisah dengan
dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat-malaikat yang kasar akan dari
langit dengan wajah yang buruk dengan membawa dari neraka. Mereka duduk
sepanjang mata memandang. Kemudian malaikat maut hadir dan duduk di atas
kepalanya dan berkata: “Wahai jiwa yang keji keluarlah engkau menuju
kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya”. Maka ia mencabut (ruhnya) layaknya
mencabut saffud (penggerek yang) banyak mata besinya dari bulu wol yang
basah. [14]
Secara ekspilisit, Al
Quran telah menjelaskan bahwa para malaikat akan memberi kabar buruk
kepada orang kafir dengan siksa. Allah berfirman: ”
وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ
الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو
أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ ۖ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ
الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ
وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
“Alangkah dahsyatnya
sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim (berada) dalam
tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat mumukul dengan
tangannya, (Sambil berkata): “Keluarkan nyawamu”. Di hari ini kamu
dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu
mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu
selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya”. [Al An’am: 93]
Maksudnya, para malaikat
membentangkan tangan-tangannya untuk memukuli dan menyiksa sampai nyawa
mereka keluar dari badan. Karena itu, para malaikat mengatakan:
“Keluarkan nyawamu”. Pasalnya, orang kafir yang sudah datang ajalnya,
malaikat akan memberi kabar buruk kepadanya yang berbentuk azab, siksa,
belenggu, dan rantai, neraka jahim, air mendidih dan kemurkaan Ar Rahman
(Allah). Maka nyawanya bercerai-berai dalam jasadnya, tidak mau taat
dan enggan untuk keluar.
Para malaikat
memukulimya supaya nyawanya keluar dari tubuhnya. Seketika itu, malaikat
mengatakan: “Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat
menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan)
yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap
ayat-ayatnya”.. artinya pada hari ini, kalian akan dihinakan dengan
penghinaan yang tidak terukur karena mendustakan Allah dan (lantaran)
kecongkakan kalian dalam mengikuti ayat-ayat-Nya dan tunduk kepaada para
rasul-Nya.
Saat detik-detik
kematian datang, orang kafir mintai dikembalikan agar bisa masuk Islam.
Sedangkan orang yang jahat mohon dikembalikan ke dunia untuk bertaubat,
dan beramal sholeh. Namun sudah tentu, permintaan mereka tidak akan
terkabulkan. Allah berfirman:
حَتَّى إِذَا جَآءَ
أَحَدَهُمُ الْمَوْتَ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ {99} لَعَلِّي أَعْمَلُ
صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلآ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا وَمِن
وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“(Demikianlah keadaan
orang-orang kafir), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari
mereka, dia berkata: “Ya Rabbi kembalikan aku ke dunia. Agar aku
berbuat amal sholeh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali
tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di
hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan”. [Al
Mukminun: 99-100]
Setiap orang yang
teledor di dunia ini, baik dengan kekufuran maupun perbuatan maksiat
lainnya akan dilanda gulungan penyesalan, dan akan meminta dikembalikan
ke dunia meski sejenak saja, untuk menjadi orang yang insan muslim yang
sholeh. Namun kesempatan untuk itu sudah hilang, tidak mungkin disusul
lagi. Jadi, persiapan harus dilakukan sejak dini dengan tetap memohon
agar kita semua diwafatkan dalam keadaan memegang agama Allah. Wallahu
a’lamu bishshawab. Washallallahu ‘ala Muhamaad wa ‘ala alihi ajmain.
CAR,HOME DESIGN,FOREX,HOSTING,HEALTH,SEO