loading...

PELUKAN TERAKHIR – KISAH 2 ANAK YATIM PIATU YANG MENGHARUKAN

kaliwunguUdara demikian dingin malam itu. Ada dua orang anak kecil yang tengah duduk saling berdekapan di teras samping rumah tingkat yang gelap, tanpa ada penerangan sedikitpun. Cuma pancaran sinar lampu jalan milik rumah-rumah di seputar kompleks itu yang menerangi gigilan hebat badan mereka. Sang adik kira-kira baru berumur 6 th. sementara sang kakak berumur seputar 8 – 9 th.. Badan sang kakak sangat kurus serta gigilan badannya lebih hebat dibanding dengan adiknya yang tengah tertidur di dekapannya. Tidak ada selimut, tidak ada jaket, tidak ada makanan. Mereka cuma kenakan baju pendek serta celana pendek.
Sang adik mendadak terbangun serta merintih lantaran perutnya merasa sakit. Sejak kemarin mereka belum makan. Mereka tidak mempunyai duit sepeserpun walaupun cuma untuk beli sepotong roti.
“ kak, perutku sakit…” erang sang adik yang mau tidak mau membuat sang kakak jadi kebingungan. Ia juga sangat lapar serta kedinginan. Namun, apa yang dapat mereka makan??

” tidur saja, dik…besok pagi kita pasti dapat makan ” sang kakak berupaya menghibur adiknya walaupun suaranya makin parau lantaran kedinginan. Sang adik pun tertidur, namun sang kakak dapat merasakan bila sang adik tengah terisak di pelukannya. Sang kakak tahu, perut adiknya pasti sangatlah lapar, sama seprti dirinya. Ia juga tidak tahu sampai kapan mereka akan terus bertahan bila keadaannya seperti ini selalu.
Sejak dua hari yang lalu, ibu mereka meninggal dunia serta mereka sudah tak mempunyai rumah lagi. Bapak merekapun telah lama meninggal. Mereka tidak mempunyai sanak saudara untuk mereka jadikan sebagai sandaran hidup. Pada akhirnya mereka terlunta-lunta di jalanan tanpa ada sedikitpun duit serta baju. Mereka diusir dari rumah kontrakan yang tadinya mereka tempati bersama ibu mereka. Anak kecil mana dapat bayar uang kontrakan, demikian alasan sang pemilik rumah kontrakan itu.

Mulai sejak kemarin, mereka selalu jalan tanpa arah. Baru menjelang malam mereka sampai di teras rumah yang saat ini menaungi tubuh rapuh mereka. Sang kakak tak merasa yakin mereka dapat melalui malam yang demikian dingin itu. Mereka tak berani meminta tolong masyarakat sekitar. Mereka masih kecil serta terlampau takut untuk meminta tolong. Karena mereka tau, mereka bakal dipandang sebelah mata, dikira pengemis yang cuma berpura-pura mengemis untuk membiayai orangtua mereka yang pengangguran.

Di dalam rintikan halus hujan malam yang dingin itu, dua orang kakak adik itupun tertidur dengan perut yang sangat lapar serta badan yang lemah, cuma berselimutkan badan keduanya yang saling berpelukan.

Pagi harinya, waktu sang adik terbangun, ia temukan kakaknya tengah merintih kesakitan sembari memegangi perutnya. Sang adik yang masih kecil itupun panic serta pada awalnya dia cuma dapat menangis. Tangisannya tersebut yang selanjutnya mengundang perhatian masyarakat sekitar. Kebanyakan orang berdatangan untuk melihat siapa yang menangis sepagi itu. Beberapa orang segera menghampiri dua badan kurus itu lantas memeriksa situasi mereka.
Pakaian mereka basah kuyup serta badan sang kakak sangat panas. Sebagian orang lainnya mengambilkan baju untuk mereka, beberapa orang lagi memberi makanan serta ada seorang ibu yang dengan baik hati ingin mengolesi perut sang kakak dengan minyak angin lantaran sang kakak mengeluh perutnya sangat sakit. Sang adik terdiam dari tangisannya serta dibawa oleh seseorang masyarakat ke rumahnya. Sementara sang kakak yang merintih kesakitan, segera dilarikan ke rumah sakit untuk di check dokter.

Rupanya, hari itu adalah hari terakhir sang kakak beradik itu bertemu. Karena setelah itu, mereka tak pernah berjumpa lagi selama-lamanya. Sang kakak meninggal dirumah sakit lantaran penyakit angin duduknya telah sangat parah disebabkan kehujanan semalaman ditambah dengan perutnya yang kosong. Sang adik juga dirawat oleh salah seorang penduduk, 


CAR,HOME DESIGN,FOREX