Allah
swt, telah menciptakan segala hal di dunia ini berpasang-pasangan.
Panjang-pendek, gemuk-kurus, gembrot-lansing, jauh-dekat, besar-kecil,
tingi-rendah. Begitu pula kaya-miskin, pintar-bodoh, banyak ilmu-miskin
ilmu, pejabat teras-rakyat biasa. Semuanya serba berpasangan. Sejak awal
Allah Maha Gagah menegaskan bahwa perbedaan itu bukan merupakan
‘kelebihan sejati seseorang atas orang lain. Sebab, sesunguhnya orang
yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa: taat
kepada aturan-Nya baik perintah maupun larangannya. Allah berfirman yang
artinya:
“Hai manusia, sesuangguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S
al-Hujurat:13)
Dan karena itu pula, perbedaan tadi bukanlah bibit untuk
melahirkan kesembongan manusia, melainkan merupakan sebagai tanda-tanda
kekuasaan Allah Rabbul ‘alamin.
Sombong: Bertentangan Dengan Realitas
Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah saw,
bersabda:”Tidak akan masuk sorga orang yang didalam hatinya ada sifat
sombong walaupun hanya sebesar dzaroh (atom)”
Lantas ada seseorang yang berkomentar: “Sesungguhnya seseorang itu suka memakai pakaian yang bagus dan sepatu bagus”
Menanggapi hal ini Rasulullah saw, menyatakan:
“Sesungguhnya Allah itu indah, suka pada keindahan. Sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia” [HR. Imam Muslim]
Hadits ini menjelaskan ada dua unsur yang terkandung dalam
sebuah kesombongan: menolak kebenaran dan merasa diri lebih tinggi
dengan merendahkan orang lain. Sebagai renungan, pernah seseorang yang
cukup senior berdiskusi dengan seorang remaja berusia 21 tahun tentang
wajibnya penerapan hukum-hukum islam. Setelah diskusi berlansung 1 jam
45 menit, kata akhir pun tidak dicapai. Remaja tadi tetap pada
pendiriannya bahwa hukum Islam wajib diterapkan berdasarkan argumentasi,
sedangkan sang senior menolaknya. Bahkan dengan ketus berujar: “kamu
ini anak bau kencur! Sudah berani-beraninya menentang orang tua. Saya
sadah kenyang dengan perjuangan. Penerapan Islam mah hanya merupakan
ilusi”. Sikap demikian menunjukkan suatu sikap sombong. Bentuknya,
menolak kebenaran yang nampak jelas didepannya.
CAR,HOME DESIGEN,FOREX